Monday, July 16, 2012

STRAWBERRY CAKE

Awal Juni lalu kami kedatangan teman baik keluarga Jerman dari Augsburg, Bayern yang juga bermalam di rumah, kebetulan dia membawa Erdbeerkuchen atau strawberry cake buatannya sendiri. Tidak seperti umumnya cake dengan krim yang biasa saya buat sendiri di rumah, menggunakan schlagsahne (whipped cream), saure sahne atau buttercream, cake ini variasinya menggunakan puding dan quark. Ternyata enakk bangettt... rasanya mirip vla kue soes tapi teksturnya lebih konsisten dan juga lebih segar karena dicampur dengan quark didalamnya jadi terasa asam-asam gurih begitulah !
Akhirnya saya praktekan resepnya dan ternyata cukup oke juga takarannya.

Berikut adalah resepnya, yang katanya dibrowsing dari internet, tapi saya tidak tau yang mana linknya...
Jadi untuk lebih enaknya saya sebut saja sumber resepnya dari Göhlert family. Sayangnya sudah  2x saya membuat cake ini, tapi selalu saja lupa untuk memotretnya hehehe... emang gak niaat!!  Jadi potongan kue dan krim sisa-sisa yang dibawa ke sekolah si bungsu  inilah yang bisa mejeng disini,  tidak 2 layer krim seperti yang sudah dibuat sesuai resep....
Ah yang penting rasanya dooong!!  :-))p 

Bahan :
125gr butter (disimpan dalam suhu kamar dulu sampe melunak)
125gr gula pasir
125gr gerigu
50gr schlagsahne (whipped cream)
3 butir telur
1 sachet vanillin zucker (gula vanila)
1/2 sachet  backpulver (backing powder, saya gak sampe separuhnya, cukup sepertiga sendok teh aja)
Zitronenback secukupnya (saya gak pake)
sedikit garam

Filling dan hiasan :
500-600gr strawberry
1 pak vanila puding (saya pake Dr. Oatker, buat puding sesuai petunjuk dalam sachetnya)
500ml susu cair segar
250gr quark
3 sdm gula pasir
2 vanillin zucker
1 pak Tortengus warna merah (agar2 bening, terbuat dari carrageenan)
Puding vanila yang sudah  jadi dan didinginkan kemudian dicampur dengan quark, tambahkan vanillinzucker, gula pasir dan dikira-kira sesuai rasa manis yang diinginkan. Strawberry potong-potong dibelah 2 bagian.




Cara :

Butter, telur dan gula pasir dikocok sampai berbuih dan berubah warna
Masukkan terigu (yang sudah dicampurkan dengan backpulver, garam dan vanilinzucker kedalamnya) dan  schlagsahne bergantian dengan kecepatan rendah dan cepat.
Bakar memakai loyang berdiameter 26cm dalam oven dengan suhu 175 derajat celcius selama 20-30 menit. Angkat, dinginkan dengan diangin-angin.
Setelah dingin, belah dua bagian kuenya (bila ingin lebih mudah dan rapi hasilnya, bisa menggunakan alat khusus pemotong kue)

Puding vanila yang sudah dicampur dengan quark, dioleskan agak tebal pada bagian atas salah satu belahan kue, lalu susun potongan strawberry diatasnya. Tumpuk kue dengan bagian kue lainnya yang juga kemudian diolesi puding-quark. Beri hiasan strawbrerry yang telah dibelah menjadi  2 bagian, lalu disiram dengan larutan agar-agar bening/warna kemerahan  diatasnya (Tortengus). Diamkan dalam lemari es minimal 3 jam baru disajikan.







Sunday, July 15, 2012

Susahnya Menjadi IRT Profesional !!

Tanpa disadari hari  ini hari terakhir di bulan Juni, sementara aku masih belum memposkan sesuatu pun di blog ini...begitu pula bulan Mei lalu, berlalu begitu saja tanpa sempat memposkan 1 pun.  Kemana saja diriku ditengah sang waktu yang demikian cepat berlalu??  Ibarat rumah, koq jarang ditengokk  :-((

Semakin dijalani, semakin mata hati ini terbuka, betapa menjadi ibu rumah tangga yang tinggal di negeri orang, apalagi profesional, bukanlah perkara mudah. Terlebih bila pengalaman sebelumnya di Indonesia kita sudah terbiasa bekerja full time 8 jam per hari, 5 hari dalam seminggu dan di"ninabobo"kan oleh sang helper di rumah dalam menyelesaikan banyak hal urusan rumah tangga. Disini pun, sebetulnya banyak sekali keinginan untuk melakukan ini itu, tapi ujung-ujungnya tetap digelendoti segala tetek bengek urusan anak-anak dan pekerjaan rumah tangga yang menanti dan tak pernah ada habisnya. Duuhh, kadang terpikir betapa menjemukannya menjadi ibu rumah tangga!  Astagfirullahaladzim...

Tapi, bagaimana pula bisa profesional menjalani status ganda disini ;  ibu rumah tangga plus wanita bekerja, bila ujung-ujungnya pekerjaan rumah tangga itu kembali berbalik menjadi bumerang ke diri sendiri. Karena disini membayar Putzfrau, tenaga bantu untuk bersih-bersih  rumah cukup mahal  (di negara bagian tempat kami kini tinggal, tarif Putzfrau sekitar 10-12 euro per jam) dan membeli makanan jadi dari rumah makan untuk kebutuhan keluarga pun tidak mungkin dilakukan setiap hari, karena selain mahal  juga belum terjamin kehalalaannya. Jadi, disini pekerjaan rumah tangga memang tidak bisa dihindari, bagaimana pun ! 

Aku pernah mengalami, ketika sempat sebulan magang bekerja full time di sebuah sekolah kursus bahasa sewaktu kami masih tinggal di Dresden, ibukota di negara bagian Sachsen (Saxony). Pekerjaan seperti yang aku mimpikan, kantoran dan berpakaian semi formil.  Padahal tugas yang dilakukan tidak jauh-jauh dari kegiatan administrasi, mendata ulang atau filing identitas peserta kursus di setiap pembukaan kelas baru. Tapi karena jam kerja dimulai dari pukul 08.00 pagi dan pulang kantor pk. 15.45 (itupun dengan dispensasi) serta dengan tergopoh gopoh aku harus menjemput  anak-anak  ke Hort pk. 16.00, dilanjutkan sesekali belanja dapur ke supermarket dan masak untuk makan malam, jadilah semua itu tidak terasa cihuy lagi. Hampir begitu terus berlanjut selama 1 bulan penuh. Yang terjadi kemudian, ketika akhir minggu dan saatnya waktu bercengkrama dengan keluarga, jiwa dan raga ini lelahnya luar biasa !

Dalam kondisi stressfull seperti itu, kemudian aku jadi tertegun pada suatu kenyataan yang ada di depan mata, mengapa aku seolah-olah tidak mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya pada kami??
Aku jadi teringat, pernah beberapa teman wanita Rusia di tempat kursus bahasa Jerman kelas kami  malah bilang begini "Seandainya suamiku mampu menafkahi kami sekeluarga dengan baik dan bila saja aku punya kesempatan untuk tidak bekerja, hanya mengurus rumah tangga saja,  tentu aku akan dengan senang hati menjalaninya... Tapi kami tidak mungkin terus menerus mendapatkan uang tunjangan sosial disini, jadi aku harus bekerja.. bla bla bla.."
Ya memang, dipikir-pikir lagi, tanpa bekerja pun sebetulnya suamiku masih mampu memberi sandang pangan anak istrinya dengan baik... kami bahkan masih bisa berlibur ke kota-kota yang kami mimpikan. 

Akhirnya... semenarik apapun  pekerjaan itu, aku lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang bisa dilakukan di rumah saja, rasanya itu memang pas buat kondisiku saat ini dan lebih menentramkan jiwa.  Jadi, sambil mengerjakan pekerjaan  rumah tangga, aku tetap punya kegiatan baru pengisi waktu  tapi  juga bisa menambah uang saku. Profesi baruku sekarang :  Pedagang tas!  Profesi yang sebelumnya bahkan sama sekali belum pernah terbayangkan dalam hidup. Dan ternyata profesi baru  yang tidak jauh-jauh dari dunia shopping ini malah mengasikkan!  Mudah-mudahan, karena terlalu asik belanja dan upload foto-foto untuk promosi, tidak  membuat "rumahku" semakin jarang ditengok hehehee..


15 July 2012 , Catatan ynag tertunda.

** Hort  adalah istilah untuk tempat penitipan anak di Jerman. Biasanya ada berdampingan dengan setiap Grundschule (SD), dimana selesai jam sekolah murid-murid langsung menuju ke tempat ini, mengerjakan PR  bersama, bermain sambil belajar dan melakukan aktifitas lainnya yang merangsang ide dan kreatifitas anak.