Tak terasa sudah menginjak hari ke-29 bulan Oktober, hampir saja tertinggal lagi mengupdate blog bulan ini. Jadi tergelitik menulis karena seminggu lalu kami menerima kedua kalinya surat edaran dari sekolah si bungsu yang dibagikan kepada semua murid, setelah surat yang pertama menjelang akhir tahun lalu juga kami terima. Isinya tentang himbauan kepada para orang tua atau wali murid untuk memeriksa rambut kepala anaknya apakah berkutu atau tidak dan kemudian memberikan laporan ke sekolah. Kutu?? Gak salah nih, di negeri maju dan serba modern seperti Jerman ternyata masih juga ada kutu-kutu rambut bersemayam di kepala anak-anak?
Hmm.. saya jadi teringat pada pengalaman lucu saat saya dan anak-anak baru 3 bulan pertama menginjakan kaki di Jerman. Waktu itu menjelang musim gugur di tahun 2008 dan wohnung --sebutan umum di Jerman untuk apartemen/flat-- tempat kami tinggal selama 5 bulan pertama di Dresden berada di kawasan Hellerau, sekitar 12 kilometer dari jantung kota Dresden. Agak di pinggiran memang, karena lokasinya lebih dekat ke kantor suami yang terletak di kawasan industri di sekitar situ. HRD perusahaannya juga yang mengurus dan mencarikan wohnung tersebut, sudah komplit berikut isinya. Jadi kami pun tak perlu repot-repot mesti hunting atau membeli perabot lagi, lebih praktis dan ekonomis bagi kami pendatang baru. Singkat kata, beberapa minggu setelah urusan administrasi dan lain sebagainya di Ausländerbehorde selesai, anak-anak pun bisa memulai sekolah pada bulan kedua kami disana. Si sulung (6
tahun) masuk kelas 1 Grundschule (SD) dan yang bungsu (4 tahun) masuk
ke Kindergarten.
Suatu sore saat kami bercengkrama sebelum makan malam, suami saya memperhatikan ada sesuatu di rambut Obby, si bungsu. Mulanya kami pikir itu hanya kotoran yang menempel di rambutnya, maklumlah gaya anak-anak TK disini masih suka bermain pasir di sekolahnya. Tapi setelah diamati lagi, kami cukup kaget, karena sesuatu di rambutnya itu ternyata adalah telur-telur kutu rambut! Huuaaa!! Sejak kapan dia berkutu?? Sepengetahuan saya meskipun anak-anak kadang sering tertidur bersama dengan pengasuhnya sewaktu di Indonesia, mereka tidak pernah berkutu. Karena sekalipun sang pengasuh berasal dari desa yang sangat jauh dari kota tetapi mereka tidak berkutu dan toh tetap mengenal shampoo dengan kualitas baik. Hmm.. dampak tayangan iklan dari beberapa stasiun televisi swasta di tanah air yang menjangkau hingga ke pelosok daerah ternyata memang sangat ampuh :-D
Tidak seperti umumnya Taman Kanak-Kanak di Indonesia, kindergarten disini tidak ada penggolongan kelas nol besar atau kecil, semua anak yang sudah berumur minimal 3 tahun sudah bisa memasuki kindergarten. Dibawah usia itu namanya Kinderkrippe, yang lazimnya masih satu gedung kelola dengan kindergarten. Selain tidak ada penggolongan kelas, kindergarten pun memiliki jam sekolah yang lebih panjang dan tidak gratis seperti umumnya sekolah dasar hingga sekolah menengah disini, malah menurut saya lebih cenderung seperti tempat penitipan anak
Biar lebih jelas, ada baiknya saya bahas sedikit tentang kindergarten ini. Umumnya di Jerman saat akan mendaftarkan anak di kindergarten, kita akan diberi lembaran formulir yang antara lain berisi pertanyaan berapa jam lama waktu yang dipilih bagi anak kita selama berada kindergarten tersebut . Disitu sudah terdapat paket-paket jam berikut biaya per bulannya. Waktu terpendek biasanya 4 jam atau bisa juga sampai dengan 7 jam per hari kerja, diluar sejumlah jam tersebut ada biaya ekstra lagi. Jadi, tidak seperti di Indonesia yang waktu belajar Taman Kanak-Kanak pada umumnya dimulai dari pk.08.00 dan berakhir pk.10.00 pagi, disini kindergarten bisa dimulai dari jam berapa pun sesuai permintaan orang tua murid, tetapi paling awal biasanya dibuka dari pk.07.00, meskipun jadwal belajarnya di kelas tetap dimulai bersama-sama pada pk. 09.00 atau 10.00 pagi. Dan mengingat keluarga disini umumnya tidak mempunyai pembantu rumah tangga atau babysitter, maka jadwal kindergarten/kinderkrippe dari pukul 07.00 pagi hingga (maksimal) pukul 17.00 adalah pilihan favorit bagi pasangan orang tua murid yang keduanya bekerja.
Bisa dibayangkan, dengan jam sekolah sepanjang itu anak-anak di kindergarten jadi mempunyai ritme rutin di sekolahnya, dimulai dari bermain bermain dan bermain (karena kindergarten disini tidak mewajibkan anak-anak didiknya harus bisa membaca), kemudian makan siang, dilanjutkan tidur siang bersama lalu makan vesper (snack) di sore hari sebelum kembali bermain atau dijemput pulang ke rumah masing-masing. Naah rupanya kebiasaan tidur siang bersama inilah yang menjadi momen tepat bagi "Läuse" sang kutu rambut untuk nemplok berpindah tempat dari satu rambut ke rambut lain. Dan rupanya si bungsu ketularan "partner" terdekat tidurnya dan tanpa disadari sang kutu bergerilya berkembang biak dan menetaskan telur-telurnya hiiiyyy !
Giliran saya dan suami yang puyeng karena sudah lama tidak melihat dan mendengar kata "Peditox" merk obat kutu yang kami kenal jaman masih SD. Nah lhooo!!
Ah, dimanakah kau Peditox, kami memanggilmu namun tak kutemukan juga kemana rimbanya!
Ya iya laah... mau menanyakan ke apotik dekat rumah pun aja maluuu hihihi gimana mau ketemu si Peditox. Jadilah akhirnya setiap sore hari setelah semua berkumpul di rumah saat saya memasak di dapur menyiapkan makan malam, suami mencari dan mencabuti telur-telur kutu si bungsu sambil nonton film kartun di televisi bersama anak-anak. Dan itu dilakukan selama 3 hari berturut-turut hingga akhirnya Obby benar-benar bersih terbebas dari kutu.
Maka ketika surat edaran pertama tentang "Läuse" itu diberikan dari sekolah sini, saya merasa geli sendiri mengingat kejadian itu. Dulu kami pikir anak-anak disana berkutu karena Dresden bekas wilayah Jerman Timur, namun ternyata si kutu berkeliaran bukan karena daerah plus atau minus, tapi karena dia memang suka singgah dan bersemayam dimana saja yang menurutnya nyaman tanpa mengenal tempat dan musim. Bukan begitu?
'